Journey With Sebumi to Sumba

By Sebumi





Banyak yang mengira kalau Sumba adalah Pulau Sumbawa, Nusa Tenggara Barat. Padahal Pulau Sumba terletak di Provinsi Nusa Tenggara Timur dan diapit oleh Pulau Bima dan Pulau Flores. Selain itu, pulau yang memiliki berbagai keunikan alam ini memiliki kawasan Taman Nasional (TN) Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (MataLawa) yang merupakan perwakilan dari seluruh jenis ekosistem di Sumba.

 

Bukit Persaudaraan Mau Hau

Dari Waingapu, Sumba Timur yang memiliki sejumlah objek wisata yang sangat mengagumkan, perjalanan ke Sumba dimulai dengan menelusuri Bukit Persaudaraan Mau Hau yang terbilang cukup unik dilihat dari nama dan pemandangannya. Dengan lokasi yang cukup dekat dengan pusat Kota Waingapu, bukit ini menjadi destinasi yang wajib disinggahi.

Sesampainya di Bukit Persaudaraan Mau Hau, kami disajikan bentangan pemandangan perbukitan dan persawahan penduduk yang menghampar luas indah. Dari puncak bukit, kami dapat melihat panorama Kota Waingapu dan sekitarnya dilihat dari ketinggian. Hamparan padang rumput mewarnai kondisi alam Sumba Timur menandakan wilayah ini sebagai daerah peternakan yang potensial.

 

Matahari terbenam di Walakiri

Ditutup dengan menikmati indahnya matahari terbenam di Pantai Walakiri, ditemani dengan The Dancing Trees, tanaman mangrove yang turut menyempurnakan hari pertama kami di Sumba.

 

Gersang dan keringnya Savana Puru Kambera

 

Savana Puru Kambera, Savana gersang dan kering namun panorama alamnya yang berupa savana berwarna kuning keemasan dibalut dengan birunya langit menjadikan suasana di sekitar lokasi serasa berada di alam Afrika. Tak hanya itu saja, latar belakang hamparan biru laut dari kejauhan pun nampak kontras dengan warna kuning padang savana ketika musim kemarau dan hijau pada musim penghujan ini.

Hari kedua kami awali dengan mengunjungi Savana ini yang kerap dijadikan destinasi utama bagi para pengunjung yang ingin melihat kuda liar Sumba di alam bebas. Gerombolan kuda Sumba akan lebih sering terlihat di saat musim kemarau dibandingkan dengan musim penghujan. Hal tersebut dikarenakan pada musim kemarau, padang savana di Puru Kambera menjadi sangat kering sehingga kuda-kuda liar akan lebih aktif merumput di luar hutan untuk mencari makan.

Perjalanan selanjutnya menuju ke Bukit Wairinding, bertemu dan bercengkrama dengan masyarakat lokal serta anak-anak lugu Sumba yang selalu senang ketika bertemu dengan pengunjung dari luar daerah.

 

Bersama dengan anak-anak Sumba di Bukit Wairinding

Dengan lanskap perbukitan yang indah, lengkap dengan padang Savananya yang eksotik, Bukit Wairinding menjadi semakin elok dan mempesona. Karena kami mengunjunginya pada musim kemarau maka suasana di sana semakin terasa seperti Savana di Afrika, lain hal ketika Bukit Wairinding dikunjungi ketika musim penghujan, maka perbukitan ini akan terlihat seperti perbukitan hijau di New Zealand.

 

Kampung Adat Tarong

Salah satu hal yang bisa kita lakukan untuk memahami keberagaman Indonesia adalah dengan tidak mengabaikan budaya-budaya asli yang masih hidup dan dipertahankan kemurnian adatnya meskipun sudah terkepung oleh peradaban modern. Salah satu kampung adat di Sumba yang masih percaya dan menjalankan budaya aslinya adalah Kampung Adat Tarong yang kami kunjungi setelah dari Bukit Wairinding.

 

Kampung Adat Tarong

Keunikan yang langsung terlihat ketika mengunjungi Kampung Tarong adalah arsitektur dan tata ruang kampung dengan beragam filosofi yang mendasarinya. Rancang rumah asli dibangun secara sederhana, selalu dibagi tiga bagian vertikal yaitu, bagian atas untuk para roh leluhur dan penyimpanan pangan, bagian tengah untuk manusia yang masih hidup, dan bagian bawah untuk hewan ternak. Rumah-rumah adat beratap alang-alang dan makam-makam megalitik yang dibangun di ruang terbuka adalah ciri khas kampung ini.

Pagi hari di hari ketiga, kami mengunjungi Kampung Adat Praijing. Di kampung ini terdapat beberapa rumah tradisional khas Sumba yang memiliki atap menjulang tinggi seperti menara, tempat bersemayamnya para Marapu. Marapu merupakan agama asli yang masih hidup dan dianut oleh orang Sumba di Pulau Sumba, Nusa Tenggara Timur. Agama ini merupakan sistem keyakinan yang berdasarkan kepada pemujaan arwah-arwah leluhur. Dalam bahasa Sumba, arwah-arwah leluhur disebut Marapu yang artinya adalah “yang dipertuan” atau “yang dimuliakan”.

 

Desa Adat Praijing

Kampung adat tradisional Praijing ditetapkan sebagai salah satu situs budaya oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Sumba Barat, karena letaknya diatas bukit Praijing yang tinggi sehingga pemandangan sangat indah dengan panorama hamparan persawahan, dibawahnya membentang Kota Waikabubak, Sumba Barat.

 

Lapopu Waterfall

Setelah berkunjung ke Kampung Adat Praijing, kami kembali melanjutkan petualangan kami menelusuri tanah Sumba ke Air Terjun Lapopu. Air terjun tertinggi di Nusa Tenggara Timur dengan tinggi sekitar 90 meter ini berada di dalam kawasan Taman Nasional Manupeu Tanah Daru dan Laiwangi Wanggameti (MataLawa) di Pulau Sumba. Air Terjun ini membuat kami merasakan sensasi seru membelah hutan Sumba dan dihadiahi dengan cantiknya Lapopu dengan deras airnya yang mengalir bertangga-tangga.

 

Kampung Adat Ratenggaro

Setelah puas menikmati Lapopu, kami melanjutkan perjalanan menuju Kampung Adat Ratenggaro. Berada lebih dekat dengan kehidupan orang Sumba dengan berbagi cerita dan mengobrol bersama. Salah satu destinasi menarik dengan ciri khas jajaran rumah adatnya yang menarik sekali untuk dikunjungi. Ratenggaro sendiri memiliki arti yaitu 'Rate' yang berarti makam, sedangkan 'Garo' yang artinya orang-orang Garo. Konon katanya, pada zaman dulu kala ketika masih terjadi perang antar suku, suku dari orang yang sekarang menjadi penghuni desa ini berhasil merebut wilayah desa orang Garo. Pada zaman itu, suku yang kalah perang akan dibunuh dan dimakamkan di tempat itu juga. Hiii seram ya, Sobat Bumi..

Meskipun terdengar seram, namun kesan mendalam pada peninggalan leluhur sangat terasa kental disini. Terlihat disini Rumah Adat Ratenggaro (Uma Kelada) sangat menjulang tinggi. Ternyata, tinggi-rendahnya atap rumah menunjukan status sosial yang mereka miliki. Rumah adat ini memiliki bentuk rumah panggung yang terdiri dari 4 tingkat; di mana tingkat paling bawah digunakan sebagai tempat hewan peliharaan, tingkat kedua merupakan tempat pemilik rumahnya tinggal bersama, tingkat ketiga adalah tempat untuk menyimpan hasil panen, dan tingkat teratas adalah tempat untuk meletakkan tanduk kerbau sebagai simbol tanda kemuliaan.  Sepintas terlihat seperti Gauls Village di film Asterix ya?

 

Mini Games dengan anak-anak Ratenggaro

Menuju Pantai Bwanna atau pantai Banna yang terletak di Sumba Barat Daya sebagai destinasi selanjutnya setelah kami bertolak dari desa Ratenggaro.
Pasir Pantai Bwanna yang putih di kelilingi oleh tebing yang tinggi menjadi nilai plus bagi keindahan pantai ini. Ada juga karang yang menjulang tinggi dengan lubang di tengahnya yang terlihat seperti cincin (karang bolong), jadi kalau nanti Sobat Bumi melihat karang seperti ini sudah pasti Sobat Bumi ada di pantai Bwanna!

 

Karang Bolong di Pantai Bwanna

 

Life was meant for good friends and great adventures 

 

Menikmati Indahnya Pantai Bwanna

 

Singgah di Pulau Sumba, sempatkan waktu untuk bermain dengan anak-anak Sumba yang hidup dengan penuh kebahagiaan khas anak-anak pedalaman. Belum mengenal canggihnya smartphone atau berkelana mengelilingi pusat perbelanjaan kota-kota besar.

Anak-anak Sumba memilih berbagi bahagia dengan teman-temannya melalui kayanya alam yang mereka miliki. Bermain di luasnya bukit yang mereka jadikan sebagai playground mereka. Happiness is only real when shared, right?

What a cute smile, Kids

Sepatu mahal untuk dipamerkan dengan teman-teman sekelas? No. Most kids in Sumba go to school barefoot. Semangat mereka untuk terus bersekolah dan menimba ilmu dibuktikan dengan melintasi berkilo-kilometer jalanan Sumba di tengah terik matahari yang panas.

Terinspirasi dari semangat anak-anak Sumba inilah, “Shoes For Sumba”hadir sebagai Social Project dari Sebumi yang melibatkan peran Sobat-Sobat Bumi sebagai salah satu agenda kegiatan travelling Journey With Sebumi ke Sumba. Seperti misi dari Sebumi untuk berbagi kebahagiaan di setiap perjalanan yang Sebumi lakukan.

Bukankah traveling yang paling berkesan adalah yang tidak hanya menikmati sebuah perjalanan ke tempat baru, bertemu dan mengenal orang maupun budaya yang baru, membawa pulang souvenir-souvenir cantik untuk dibagikan dengan orang rumah. Tapi juga dengan traveling, Sobat Bumi pun bisa menumbuhkan rasa memiliki dan juga rasa kepedulian yang tinggi melihat keadaan dari tempat-tempat yang akan dikunjungi yang memiliki banyak kekurangan. Sebagaimana pesan seorang rekanan Sebumi di Sumba, “Bukan karena kita lebih kaya, bukan untuk merasa lebih hebat, tapi karena kita bersaudara. Seperti tubuh, satu sakit semua sakit.

Anak-anak Sumba mengajarkan kita bahwa ‘tak akan kita merasa kekurangan dengan memberi’. Bahagia di atas tanah kelahiran dan bersyukur tak henti-henti walaupun hidup ‘seadanya’.

Social project “Shoes For Sumba” ini merupakan gagasan dari tim Sebumi yang kemudian dikomunikasikan dan dibantu oleh penduduk lokal di sana yaitu Om Mujis. Berdasarkan penjelasan kegiatan dari tim Sebumi, Om Mujis merekomendasikan satu buah sekolah yaitu SDN (Sekolah Dasar Negeri) /MIN (Madrasah Ibtidaiyah Negeri) Waikabubak yg terletak di Waikabubak. Di Sekolah ini sebenarnya terdapat kurang lebih 200 murid, namun untuk kegiatan “Shoes For Sumba” hanya dipilih sebanyak 30 murid (dari kelas 1- 6) dengan kondisi ekonomi yang kurang dibanding dengan murid-murid yang lain.

“Shoes For Sumba” ini telah diinformasikan sebelumnya kepada peserta Journey With Sebumi ke Sumba pada tanggal 22 – 26 September 2017. Kegiatan ini sangat direspon positif oleh peserta trip Sebumi, bahkan mereka turut membawa balon, peralatan sekolah, buku mewarnai, dan crayon untuk dibagikan ke anak-anak Sumba.

 

Dalam proses donasi, Sebumi menerima donasi uang sebesar Rp 4.705.403,- (melalui kitabisa.com), 2 pack buku tulis, 17 pcs sepatu baru, dan beberapa alas kaki bekas layak pakai.

Sesuai dengan rencana, uang yang didapatkan melalui donasi di Kitabisa.com/shoesforsumbasebumi digunakan oleh Sebumi untuk membeli peralatan-peralatan tersebut dengan rincian:

NO

ITEM

JUMLAH

HARGA

TOTAL

1

Sepatu

25 Pasang

Rp 80.000,-

Rp 2.000.000,-

2

Bingkisan Alat Tulis (tas kecil, buku tulis, pensil, pulpen, penghapus, penggaris, kotak pensil) + Ongkir Go-Jek

 

 

Rp 1.120.000,-

3

Perlengkapan Olahraga Sekolah (Bola Basket, Bola Volly, Net Volly, Pompa Bola, Peluit, Stopwatch)

 

 

Rp 315.000,-

4

Hadiah (Kotak Makan dan Botol Minum)

 

 

Rp 227.500,-

5

Crayon dan Kertas Gambar untuk sesi “Draw A Future

 

 

Rp 703.036,-

6

Lakban

1 Pcs

Rp 20.000,-

Rp 20.000,-

7

Wrapping bingkisan di Bandara

3 Pack

Rp 50.000,-

Rp 150.000,-

TOTAL

Rp 4.535.536,-

SISA DANA

Rp    169.867,-

 P.S : Sisa dana akan digunakan untuk Social Project selanjutnya.

 

 

Anak-anak yang telah dikumpulkan merupakan anak-anak kelas satu sampai enam SDN/MIN Waikabubak.

Mereka dikumpulkan dalam satu kelas untuk bermain games Draw A Future” bersama dengan peserta trip Sebumi. Anak-anak diajarkan untuk menggambarkan cita-cita mereka menggunakan crayon dan kertas gambar yang kami berikan.

 

Anak-anak terlihat antusias untuk bermain games bersama peserta trip Sebumi.

 

Contoh gambar “Draw A Future” oleh tim Sebumi.

 

Apa yang mereka gambarkan merupakan representasi dari apa yang mereka cita-citakan. Terlihat banyak yang ingin jadi guru, dokter, dan lain-lain. Semoga semuanya tercapai ya, Dik!

  

 

 

Gambar-gambar dari sesi “Draw a Future” ini selanjutnya akan ditukarkan dengan bingkisan alat tulis dan sepasang sepatu yang sudah menanti mereka! Semoga segala kebaikan dari Sobat Bumi yang sudah berpartisipasi dalam kegiatan ini akan terbalas baik pula, serta bermanfaat untuk anak-anak Sumba dalam membantu mereka meraih cita-citanya.

Untuk melengkapi perjalanan kami, kami mengunjungi sebuah danau rahasia nan tersembunyi di Sumba yang bernama Danau Weekuri di bagian barat daya pulau ini. Danau Weekuri, air asin lagon yang terletak di pinggir laut. Nama Weekuri diambil dari bahasa Sumba yang berarti air hasil serapan karang yang menerobos ke daratan kemudian membentuk danau. Dalamnya sekitar 2,5 meter dan dikelilingi oleh karang dan juga banyak bebatuan eksotis dan membuat kami semua terpesona. 

 

Danau Weekuri

Sebelumnya, danau ini merupakan area tersembunyi yang tidak memiliki jalur akses karena tertutupi lebatnya hutan. Adanya danau ini juga ternyata tidak diketahui secara luas oleh masyarakat, sampai pada suatu hari ditemukan oleh warga negara Perancis dan akhirnya akses jalur menuju ke lokasi tersebut dibuka untuk dikunjungi para wisatawan.

Dengan kadar garam yang tinggi, kami bisa berenang mengapung di danau yang airnya sejernih cermin ini! Siapa sih yang bisa menolak untuk gak nyebur langsung begitu sampai disini? hihi

 

Bersama dengan penduduk lokal

 

Overall uniqueness and naturalness of the trip make this place as a top choice for a visit, especially for the tourist who wants a moment away from the hustle of the metropolis. Sumba’s Paradise is one of the best place to visit.

Cheers,

Sebumi :)


Other Blog